Sabtu, 22 September 2007

Konsep kepemimpinan Astrabrata

Kredibilitas maupun keberhasilan organisasi tidak terlepas dari kualitas kepemimpinan (leadership) dari setiap pejabat dari tingkatan terendah sampai yang tertinggi. Asthabrata sebagai konsep kepemimpinan kuno yang berbasis pada kondisi alam semesta, kiranya dapat diterapkan sebagai alternatif untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan di organisasi.

Dalam lakon pewayangan yang mempergelarkan ceritera Wahyu Sri Makutha Rama menggambarkan proses pematangan pribadi seorang kesatria yang berisikan ajaran penting tentang kepemimpinan (leadership). Riwayat lakon pewayangan tersebut ternyata pertama kali diilhami dari Manudharmasastra (sebelum masehi) masuk Nusantara melalui kisah Kakawin Ramayana (abad IX Masehi) yang selanjutnya terus dikembangkan versinya sampai Makutho Romo Pakem Siswo Harsayan (abad XX/1963) dan seterusnya sampai dipakai dalam cerita wayang saat ini.

Ajaran Asthabrata ini pada dasarnya terdiri dari 8 (delapan) brata (tindakan) atau perilaku yang seyogyanya dimiliki oleh seorang raja atau ksatria pada waktu itu agar eksistensi kepemimpinannya sebagai raja maupun ksatria menjadi mantap. Ada faham yang mengatakan bahwa kedelapan sifat ini merupakan sifat para dewa yang menyatu pada hati sanubari Sang Raja, sehingga mampu dengan baik (capable) memimpin kerajaannya.

Adapun kedelapan brata atau perilaku yang terkandung dalam Asthabrata adalah sebagai berikut :

1. Perilaku BUMI (Bantala), yang menggambarkan bahwa bumi mempunyai sifat murah hati. Siapapun yang mau mengolah bumi dengan baik dengan menanam tanaman yang bermanfaat tentu akan memetik hasilnya. Dengan menanam satu biji tanaman dapat menghasilkan berpuluh-puluh bahkan berartus-ratus biji yang sama. Maknanya disini adalah pemimpin harus berperilaku murah hati, mudah memberikan (beramal) dan senantiasa tidak mengecewakan kepercayaan yang diberikan oleh siapapun terlebih lagi dari anak buahnya.

2. Perilaku ANGIN (Maruta), yang menggambarkan bahwa angin mempunyai sifat dapat berada di segala macam tempat. Dimanapun, di atas, di bawah, di kota, di desa angin selalu ada dengan tidak memandang tempat. Ini maknanya adalah bahwa pemimpin itu hendaknya harus selalu dekat dengan siapapun, tidak hanya dekat dengan atasan atau rekan sejawatnya saja, terlebih lagi harus selalu dekat dengan anak buahnya sehingga tahu persis kondisi dan aspirasi mereka.

3. Perilaku LAUT/AIR (Samodera), mengilustrasikan bahwa sifat laut/air itu betapapun luasnya selalu mempunyai permukaan yang sama/rata dan memberikan kesan menyejukkan. Dengan berperilaku ini, sebagai pemimpin harus senantiasa menempatkan anak buahnya pada derajat dan martabat yang sama di hatinya. Dengan demikian pemimpin dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh kasih sayang terhadap bawahannya.

4. Perilaku BULAN (Chandra), adalah menggambarkan sifatnya yang selalu memberikan penerangan dalam kondisi gelapnya malam. Di samping itu bulan juga dapat menumbuhkan rasa keindahan bagi siapapun yang memandangnya sekaligus memberikan harapan baik bagi yang berjalan dalam kegelapan malam. Dengan berperilaku bulan ini, pemimpin harus sanggup memberikan jalan keluar dan semangat/dorongan kepada anak buahnya ketiga dalam kondisi yang sulit.

5. Perilaku MATAHARI (Surya), ini merupakan cerminan dari segala sumber kehidupan di alam semesta ini. Matahari memberikan cahaya terang, enerji, segala macam sinar yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan dan makluk hidup lainnya agar dapat hidup dan berkembang. Makna dari perilaku ini adalah seorang pemimpin harus mampu memberikan daya hidup sumber daya manusia yang ada di dalam organisasinya, seperti halnya memberikan bekal ketrampilan atau pengetahuan sehingga anak buahnya mampu (capable) untuk melaksanakan semua pekerjaan yang diberikan dengan baik.

6. Perilaku LANGIT (Akasa), adalah sebagai gambaran tentang sesuatu yang mempunyai dimensi luas tanpa batas dan dapat menampung apa saja yang dihadapinya, bahkan jagat rayapun berada di dalam naungannya. Adapun refleksi terhadap perilaku kepemimpinan adalah bahwa seorang pemimpin harus mampu memiliki keleluasan batin yang tinggi, sehingga mampu mengendalikan diri dengan baik untuk menampung dengan baik berbagai macam pendapat maupun permasalahan yang ada di organisasinya.

7. Perilaku API (Dahana), adalah menggambarkan sesuatu yang sifatnya panas yang tiada tara dan mampu membakar serta memusnahkan apa saja yang bersentuhan dengannya. Di sini merefleksikan bahwa pemimpin harus mempunyai wibawa dan mampu menegakkan hukum/peraturan secara tegas. Seorang pemimpin harus bisa marah atau menghukum anak buahnya yang bersalah dengan tetap memperhatikan unsur pembinaan agar kesalah serupa tidak terulang lagi.

8. Perilaku BINTANG (Kartika), dalam hal ini bintang adalah benda angkasa yang mempunyai tempat kedudukan yang tetap (permanen), sekaligus memberikan rasa keindahan di malam yang gelap. Bintang juga sering digunakan sebagai penunjuk arah (kompas). Dengan demikian seorang pemimpin harus mampu secara konsisten menjalankan semua keputusan yang telah disepakati serta tidak mudah ragu-ragu bahkan terpengaruh oleh pihak-pihak yang dapat menyesatkan. Dengan demikian seorang pemimpin dapat menjadi teladan bagi anak buahnya.

Mungkinkah Asthabrata Diterapkan di Organisasi

Perilaku kepemimpinan (leadership) yang terkandung dalam delapan brata tersebut mempunyai sifat yang universal, dalam artian bahwa dapat diterapkan di dalam bentuk organisasi apapun yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dengan pola jabatan yang baku.

Perilaku kepemimpinan ini penting untuk dihayati maupun diamalkan, namun banyak definisi yang ada tetapi yang cukup menarik tentang kepemimpinan ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Loy Viv Shackelton adalah bahwa : Leadership is the process in which an individual influences other group members towards the attainment of group or organizational goals.

Apabila dilihat dari pandangan tersebut justru proses pengaruh mempengaruhi terhadap anggota kelompok atau organisasi untuk mengantar pencapaian target organisasi merupakan hal penting dalam perilaku kepemimpinan. Banyak theori leadership yang dapat digunakan untuk ini, namun dengan menyimak esensi yang terkandung dalam Asthabrata, kiranya dapat pula dijadikan sebagai patokan untuk tujuan tersebut di atas.

Gaya kepemimpinan sebagaimana terkandung dalam Asthabrata dapat diterapkan dalam majemen apapun, dari sejak zaman dahulu (kerajaan/kesultanan) di Nusantara ini sampai dengan gaya kepemimpinan dalam mengelola organisasi apapun baik pemerintah (public institution) maupun swasta (privat company) yang bersifat mencari laba ataupun yang bermotif sosial, bahkan di dalam kehidupan rumah tangga sekalipun.

Dalam mencapai visi dan misi perusahaan secara manajerial mutlak perlu adanya pola kepemimpinan (leadership role model) yang komprehensif dengan kebutuhan organisasi. Dari banyak model kepemimpinan yang ada, Asthabrata dapat juga dipakai sebagai salah satu model kepemimpinan alternative di organisasi.

Secara kongkrit, apa yang terkandung dalam Asthabrata dapat kita refleksikan dalam perilaku kepemimpinan di organisasi untuk semua level jabatan sebagai berikut :

1. Sebagai pegawai hendaknya dapat berperilaku seperti Bumi yang mempunyai sifat “pemurah” di sini kurang lebih diartikan bahwa pejabat harus produktif, hasil kerjanya bermanfaat bagi lembaga sesuai dengan fungsi dan kontribusinya. Untuk ini pejabat tentunya harus dapat memberdayakan (enforcing) segala sumber daya yang ada termasuk sumber daya manusia, antara lain memberikan bekal ketrampilan untuk melaksanakan tugas serta arahan agar menjadi produktif dalam bekerja. Dalam hal ini dapat pula diartikan bahwa pejabat hendaknya dapat bekerja bersama-sama anak buahnya dengan saling mengisi (synergy) sehingga secara kelompok mampu membuahkan hasil kerja yang optimal.

2. Sebagai pegawai seyogyanya dapat berperilaku seperti Angin yang sifatnya dapat berada di segala tempat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pejabat hendaknya mempunyai kedekatan terhadap siapapun, sehingga dapat diterima (acceptable) baik oleh atasanya, teman sejawat dan terlebih oleh anak buahnya. Kedetan di sini juga dapat diartikan sebagai hubungan baik secara pribadi maupun kedinasan, sehingga dengan berbekal pada kedekatan di segala penjuru tersebut, pejabat dapat melaksanakan fungsinya dengan baik di dalam organisasi.

3. Selanjutnya sebagai pegawai juga selayaknya mempunyai perilaku seperti Laut/Air yang mempunyai sifat luas, menyejukkan dan senantiasa memiliki permukaan yang sama/rata. Dalam hal ini berpengertian bahwa, pejabat semestinya dapat memandang anak buahnya dalam martabat yang sama, dalam artian sebagai SDM yang mempunyai hak berkontribusi sama di satuan kerjanya sesuai dengan job discription yg dimilikinya. Apabila pejabat sudah dapat memandang anak buahnya dalam porsi yang sama, tidak pilih kasih dalam membagi tugas (“tidak cerji”), niscaya dimata anak buahnya dapat memberikan kesejukan di lingkungan satkernya.

4. Perilaku seperti Bulan juga patut dimiliki oleh seorang pegawai. Sebagaimana kita ketahui bahwa bulan mempunyai sifat memberikan penerangan di saat malam gelap sekaligus memberikan rasa keindahan di malam hari. Di sini, pejabat dituntut untuk dapat memberikan jalan keluar atau ikut dalam memberikan sumbang saran kepada anak buahnya yang sedang menghadapi kesulitan baik secara kedinasan maupun secara pribadi. Di samping itu hendaknya pejabat juga dapat menghibur anak buahnya yg sedang dalam kondisi sulit, sehingga mereka tidak hanyut dalam kesedihan.

5. Sebagai pegawai semestinya juga harus mempunyai perilaku seperti Matahari yang sifatnya selalu memberikan penerangan kepada alam semesta dan memberikan enerji sebagai sumber kehidupan makluk hidup di dunia ini. Sifat matahari ini merefleksikan bahwa pegawai harus dapat memberikan arahan, bimbingan maupun penjelasan kepada anak buahnya terutama mengenai pekerjaan atau bidang tugasnya. Pejabat harus dapat menularkan keahlian/ketrampilan kepada anak buahnya, sehingga mempunyai kemampuan dalam melaksanakan tugasnya. Ini semua akan merupakan bekal enerji yang sangat berarti untuk meningkatkan kompetensi SDM (human resource competency) dalam rangka mencapai satuan kerja yang berkinerja tinggi.

6. Perilaku Langit juga sangat penting artinya bagi pegawai, yang mana langit dengan bentuk dan ukuranya yang luas tanpa batas sehingga mampu menampung apa saja yang dihadapinya. Maknanya bahwa sebagai pegawai hendaknya mempunyai jiwa besar atau kearifan (wisdom) untuk menampung semua permasalahan yang dihadapinya, terutama yang terkait dengan bidang tugasnya. Dalam hal ini pejabat juga dituntut agar memiliki tingkat pengendalian diri (emotional intelligence) yang kuat dalam menghadapi permasalahan, sehingga semuanya dapat diselesaikan dengan baik.

7. Api yang mempunyai sifat panas, sebagai pembakar/pemusnah apa saja yang bersinggungan dengannya. Dalam hal ini, bagi pegawai yang diangkat sebagai pejabat tentunya harus berwibawa, dalam artian bahwa mereka harus mampu menegakkan peraturan yang ada (law enforcement). Sebagai pejabat hendaknya dapat mengingatkan anak buahnya yang melakukan penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku, apabila dengan memberikan peringatan dengan menyertakan unsur pembinaan tidak juga ada hasilnya, tentunya pejabat harus dapat memberi hukuman kepada anak buahnya sesuai kewenangannya serta tingkat kesalahan yang dilakukan.

8. Brata yang terakhir dari Asthabrata adalah Bintang yang mempunyai sifat tetap (permanent) di angkasa dengan indahnya, meskipun jumlahnya tidak terhingga. Bintang, dengan sifatnya yang konsisten pada tempatnya bahkan dapat digunakan sebagai penunjuk arah (kompas) bagi kafilah di padang pasir maupun pelaut di tengah samodra. Ini maknanya bahwa bagi pegawai yang profesional harus konsisten (consistent/istiqomah) dalam bertindak terutama dalam melaksanakan ketentuan yang berlaku. Sebagai pejabat seharusnya tidak pernah ragu-ragu dalam mengambil keputusan yang memang sudah sesuai dengan porsinya, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak relevan dengan materi yang semestinya. Dengan berperilaku demikian, pejabat dapat menjadi teladan sekaligus dapat menanamkan rasa keindahan dihati anak buahnya.

Penutup

Dari uraian di atas, kiranya dapat dirasakan bahwa makna kepemimpinan gaya Asthabrata yang pada dasarnya berlandaskan pada sifat-sifat benda penting di jagat raya ini lebih mudah kita fahami dan dihayati. Dengan merefleksikan diri kita pada sifat-sifat benda alam yang berupa bumi, maruta, samodra, chandra, surya, akasa, dahana dan kartika, kiranya tidak terlalu sulit bagi kita untuk menghayati sifat-sifatnya.

Kepemimpinan (leadership) yang handal sangat diperlukan dalam pengelolaan lembaga yang strategis, sebab ke arah mana lembaga akan dibawanya sangat tergantung dengan kualitas kepemimpinan para pejabat yang mengelolanya. Dengan kemampuan leadership yang tinggi dari para pejabatnya dan disertai adanya sistem manajemen yang tepat serta pola kerja yang efektif, Asthabrata sebagai peninggalan yang “adiluhung” dari para leluhur yang mengandung perilaku kepemimpinan yang dalam maknanya, kiranya dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran leadership di samping pola kepemimpinan lain yang sedang dikembangkan seperti seven habit dst. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk proses pengembangan kepemimpinan.

Tidak ada komentar: