Sabtu, 22 September 2007

Mengenal Para Pandawa

Pandawa itulah namanya, kakak beradik yang berasal dari keturunan Raja Pandu dan Sri Dewi Kunthi. Seorang raja yang bijaksana dari sebuah kerajaan bernama Astina Pura, sedangkan Sri Dewi Kunthi seorang ibu bagi pandawa tiada duanya ibu dijagad raya ini, ibu yang memberikan petuah-petuah yang pandai mendidik putra-putranya. Pandawa yang hampir semua orang kenal, yang terdiri dari Yudhistira/ Puntadewa, Bima/Werkudara/ Bratasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

Sebagai wejangan sesi dua kali ini, untuk mengenal satu persatu sosok dari para Pandawa merupakan tema yang diharapkan dapat memberikan suatu petunjuk/ informasi mengenai karakteristik yang tertanam dijiwa mereka. Sungguh sangat mengasikkan jikalau sebagian dari kita mengenal sosok para pandawa tersebut, sekaligus membuat ingin rasanya ” menjadi” sosok tersebut atau dalam arti kata mengidolakan sosok tersebut.

Mengapa Pandawa?, istilah Pandawa berasal dari kata ” Pandu” yang bila diartikan secara harfiah menjadi ” Anak-anak Pandu”. Pertanyaan kemudian timbul mengapa Kurawa?, sedangkan mereka juga anak- anak pandu walaupun dari ibu yang berbeda (Ulasannya ada di sesi 3: Mengenal Kurawa).

Sebagaimana dikisahkan dalam cerita Mahabarata, memang Para Pandawa dikenal sebagai sosok yang rendah hati, berbudi perkerti luhur, dimana berbanding terbalik dengan Para Kurawa. Sehingga, Para Pandawa seolah-olah mudah untuk ”dikerjai” oleh para Kurawa yang selalu di provokasi oleh Patih Sengkuni. Mari kita bahas sedikit mengenai sosok Patih Sengkuni, seorang patih yang telah dipercaya menjadi penasehat kerajaan, namun memiliki sifat yang licik, serakah, pemfitnah yang selalu mengutamakan kebahagiaan para Kurawa. Perang Bharatayudha terjadi dikarenakan oleh hasil provokasi yang dilakukan patih Sengkuni terhadap Para Kurawa untuk merebut kekuasaan atas Astina Pura. Perang Saudara didalam merebut tahta kekuasaan.

Seperi telah diuraikan sebelumnya bahwa Para Pandawa terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, yang masing-masing dari mereka memiliki sifat/ karakter yang berbeda-beda, bahkan kompetensi yang berbeda pula.


Yudhistira/ Puntadewa.

Seorang sosok yang dikenal sebagai kakak tertua dari para Pandawa, yang memiliki sifat amat teramat sabar, serta welas asih yang luar biasa. Dikisahkan dalam sebuah cerita Mahabarata, dikala suatu permainan dadu, dimana kekalahan atas permaian dadu dianggap sebagai salah satu sikap Puntadewa yang tidak bisa menolak ajakan Duryudana, karena hal itu akan mengecewakan saudara tua. Demikian juga, ketika Sri Kresna menyuruh Puntadewa untuk bersaksi dusta kepada Resi Druna bahwa Aswatama anak Druna telah tewas, pada hal yang terbunuh bukan Aswatama tetapi Estitama nama seekor gajah. Peristiwa lain, ketika perang Bharata Yuda, Puntadewa yang selama hidupnya belum pernah berperang, tidak kuasa menolak perintah Sri Kresna, untuk berperang melawan Prabu Salya. Darah putih yang mengalir dalam diri Puntadewa, membuat ajian Prabu Salya, Candrabirawa tak berdaya. Akhirnya Prabu Salya gugur di tangan Puntadewa.

Tiga peristiwa penting yang dialami Puntadewa, dicatat sebagai dosa-dosa Puntadewa, atau sejarah tragedi yang membawa korban. Namun mengingat catatan panjang kebaikan Puntadewa, tragedi-tragedi tersebut diterima sebagai akibat dari sebuah konflik batin seseorang untuk mempertahankan kesucian dan rasa belaskasih tanpa pamrih, dan juga sebagai panggilan darma dari seorang anak Bathara Dharma

Konflik batin yang dialami Puntadewa, juga dialami setiap manusia. Di dalam batin seseorang atau disebut juga jagad cilik atau micro cosmos, konflik itu selalu terjadi. Dampak dari konflik tersebut akan mempengaruhi jagad gedhe atau macro cosmos.

Di dalam kitab Centhini jilid I, bab (pupuh) 75-77. dipaparkan sebuah illustrasi konflik batin manusia, dengan penggamabaran Gedhong catur candhelanya tunggil empat rumah dengan satu pintu. Masing-masing rumah dihuni oleh seorang raja. Walaupun keempat raja tersebut bersaudara, mereka mempunyai watak, karakter dan kesenangan yang berbeda-beda. Raja Mutmainah, bercahaya putih, adalah raja yang berwatak sabar, welas asih tulus dan suci. Raja Amarah, bercahaya merah, berwatak serakah dan panasten (Dengki). Raja Aluamah, berwarna hitam, mempunyai kesenangan makan yang berlebihan sehingga menjadi pelupa. Raja Supiyah, raja wanita, bercahaya kuning, senang pada keindahan, sikapnya selalu berubah, tidak dapat menepati janji. Dalam bab tersebut dituliskan bahwa Raja Aluamah, Raja Amarah dan Raja Supiyah dengan bala tentaranya bersatu untuk memerangi Raja Mutmainah. Perang besar yang memakan banyak korban terjadi. Raja Mutmainah berhasil meringkus ke tiga Raja dan memasukan ke dalam penjara. Mereka diberi makan untuk hidup, namun tidak boleh mencampuri kebijaksanaan Raja Mutmainah. Pintu satu-satunya yang terdapat dalam empat rumah dikuasai sepenuhnya oleh Raja Mutmainah.

Sebuah gambaran menarik untuk direfleksikan ke dalam batin manusia dalam wilayah jagad cilik, yang memberi kontribusi pada wilayah kehidupan jagad gedhe. Jika pada akhir sebuah konflik yang menang dan berkuasa adalah Raja Mutmainah, maka yang memancar keluar adalah cahaya putih, berwatak suci, welas asih, sabar dan tulus. Rupa-rupanya karakter itulah yang digambarkan pada sosok Puntadewa. Ketika para Pandawa Lima mengangkat Puntadewa sebagai raja, maka komitmennya adalah, bahwa apapun kebijaksanaan Raja, saudara-saudara lainnya mendukung, dan bahkan ikut menanggung akibat dari sebuah kebijaksanaan tersebut. Puntadewa sebagai jagad cilik, telah tiga kali menyelesaikan konflikyang tergolong besar dan dengan ikhlas, ia mau menanggung akibatnya. Namun karena ia tidak sendirian, ia adalah Raja negara besar Indraprasta, dalam wilayah jagad gedhe, maka orang-orang terdekat dan juga rakyat Indraprasta ikut menanggung dan bahkan menjadi korban kebijaksanaan Puntadewa.

Itulah Puntadewa. Ia menjadi tokoh yang dilematis. Kebaikan yang berlebihan dianggap sebagai wujud lain dari watak yang selalu memikirkan diri sendiri. Di dalam benaknya, hanya ada sebuah pemikiran, bagaimana caranya untuk bertahan dalam kesetiaan. Ia memang setia kepada panggilan dharma. Tetapi apakah dengan demikian ia juga setia dalam kedudukkannya sebagai pengayom? setia sebagai raja?

Pada akhir hidupnya, Puntadewa dan keempat adiknya mendaki alam keabadian yang disimbolkan Gunung Mahameru. Satu persatu keempat adiknya jatuh dan tidak dapat melanjutkan perjalanan. Mulai dari Sadewa, Nakula, disusul Harjuna dan kemudian Bimasena. Pada akhirnya, ketika sampai di sebuah Gapura nan indah, tinggalah Putadewa seorang diikuti oleh anjing kesayangannya. Puntadewa berniat memasuki pintu tersebut, namun penjaga gerbang tidak memperbolehkan anjingnya ikut masuk. Puntadewa besikeras untuk membawa anjingnya, karena baginya anjing tersebut telah berjasa memberi petunjuk jalan. Oleh karenanya, menjadi tidak adil jika anjingnya tidak diperbolehkan masuk. Ketegangan diantara keduanya terjadi. Pada saat itulah, anjing tersebut berubah wujud menjadi Batara Dharma, ayah Puntadewa.

Peristiwa itu merupakan gambaran sebuah pendadaran kesetiaan yang terakhir bagi Puntadewa. Batara Dharma tersenyum puas, selama mendampingi anaknya, ia merasakan bahwa Puntadewa selalu berhasil dalam memerangi musuh batin yang menghalangi panggilan darma. Sebagai upah di akhir hidupnya, Batara Dharma menggandheng Puntadewa melangkah masuk di surga keabadian


Bimasena/Werkudara/ Bratasena

Putra kedua dari kakak beradik Pandawa ini memiliki ukuran fisik yang sangat besar, bertubuh kekar, juga berwajah garang. Bima disimbolkan sebagai sosok yang kuat, penuh dengan tenaga, tidak ada rasa takut kepada suatu hal apapun juga memiliki kesetiaan yang sangat tinggi. Kepatuhan Bima patut dijadikan panutan bagi kita semua, seperti yang dikisahkan disebuah cerita asal muasal kekuatan Bima, dikala sewaktu muda Bima diperintahkan oleh sang Guru untuk menenggelamkan diri disebuah sungai yang cukup dalam dan dihuni oleh berbagai makhluk disungai tersebut, dengan maksud agar Bima tewas didasar sungai, ternyata didasar Sungai Bima bertarung dengan sebuah makhluk berupa Gajah, yang kemudian makhluk tersebut membaur menjadi satu ditubuh Bima, sehingga atas kejadian tersebutlah Bima memberoleh kekuatan (kuat seperti seribu gajah).

Bima yang ditangannya selalu menggenggam sepasang kuku yang dinamakan kuku Ponconoko, Kuku yang telah tumbuh sewaktu bayi, sepasang kuku yang yang dapat membelah benda sekeras apapun dijagad ini.

Watak yang keras, mudah emosi inilah yang menjadi ciri khas Bima, sehingga amarah inilah yang akhirnya keluar dan tercurahkan di perang Barathayudha, dimana pada perang itu Bima berhasil menewaskan setengah dari para Kurawa, terutama Prabu Duryudhana yang kelemahannya terletak pada paha kirinya. Pada cerita Babat Tanah Wanamarta, Bima diperintahkan oleh ibunda Kunthi untuk mendirikan sebuah negara yang diberinama Amarta, namun didalam proses pembuatan negara tersebut, Hutan yang rimbun dan dihuni oleh berbagai roh dan makhluk yang kasat mata merupakan penghalang utama bagi para Pandawa. Pertempuran pun berkecamuk yang akhirnya dimenangkan oleh Para Pandawa akibat sebuah Ajian yang diperoleh Arjuna khusus untuk melawan Makhluk kasat mata. Tanpa diduga, Kegagahan Bima telah membuat Arimbi, sosok raksasa penghuni hutan tersebut terpukau dan Bima pun menikahinya, yang kemudian lahirlah karakter yang bernama Gatot Kaca, seorang kesatria yang bisa terbang.

Bima memiliki 3 orang anak dari istri yang berbeda-beda, Gatotkaca, Antasena, dan Antareja. Sering diceritakan dalam pewayangan bahwa ketiga anak Bima mensimbolkan angkatan bersenjata kita TNI Angkatan Udara, Laut dan Darat. Gatot Kaca sebagai penguasa udara, Antasena sebagai penguasa Lautan, dan Antareja sebagai penguasa daratan.(Sesi 4: Mengenal Putra-Putra Pandawa).

Arjuna

Arjuna yang dikenal sebagai sosok yang beristrikan banyak, membuat orang berasumsi bahwa Arjuna adalah seorang Playboy sejati, itu semua bisa dikatakan lumrah mengingat wajahnya yang paling ganteng diantara keempat saudara-saudaranya. Arjuna memiliki watak rendah hati, patuh, dan disiplin yang bisa diacungi jempol. Kepintaran/ kecerdikan Arjuna merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh lawan-lawannya, selain unggul didalam berperang Arjuna juga unggul didalam memikat para wanita, bahkan waria sekalipun dalam hal ini adalah Srikandi. Banyak orang mengira bahwa Srikandi adalah seorang wanita, namun sebaliknya.

Salah satu kehebatan Arjuna adalah kepiawaiannya menggunakan busur panah, namun masih banyak ajian-ajian nya yang menjadi keunggulan Arjuna didalam mengalahkan musuh-musuhnya. Salah satu Ajian yang diperolehnya yaitu Ajian Parikesit, Ajian ini lah yang memberikan suatu julukan padanya Parikesit. Ajian bertempur dengan makhluk yang kasat mata.

Nakula dan Sadewa

Tokoh Pandawa yang namanya kurang begitu tenar ini merupakan kakak beradik yang kembar, walaupun memiliki sifat atau watak yang berbeda. Baik Nakula dan Sadewa terkenal dengan kepintarannya didalam bertarung, kepiawaian ini tidak lah lepas dari bimbingan kakak-kakaknya Bima dan Arjuna. Nakula dan Sadewa selain unggul didalam bertarung, mereka juga ahli didalam memberikan ide-ide yang cemerlang kepada yang kakak sulung Yudisthira didalam merumuskan suatu strategy berperang khususnya maupun strategy berpolitik. Kedua sosok yang amat rendah hati dan patuh kepada orang tua, juga patuh kepada sang Pencipta Jagad Raya.

Nakula dan Sadewa kalau diceritakan didalam cerita pewayangan merupakan dua sosok yang Pangademan bagi kakaknya Bima, mereka berdualah yang selalu mendinginkan suasana Bima yang selalu panas/ marah akibat ulah-ulah para Kurawa. Sang ibu Dewi Kunthi, selalu terhibur dengan adanya anak-anak ragilnya (anak termuda).

Tidak ada komentar: